FILM





Hai hai sahabat gemes...
Di tulisan ini kita akan membahas tentang film loh! Siapa sih anak muda jaman now yang gak suka nonton film..? hehehe, sekarang kita langsung aja masuk ke pembahasannya ya..


Pengertian dan Fungsi Film
berdasarkan UU no 33 tahun 2009, film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan. Secara harfiah, film atau yang bisa diesbut sebagai cinematographie berasal dari kata cinema yang berarti gerak, tho atau phytos yang berarti cahaya, dan graphie atau grhap yang berarti tulisan, gambar dan citra. Jadi secara keseluruhan pengeritan film atau cinematographie adalah melukis gerak dengan cahaya.
Dikutip dari presentasi kelompok Film, dalam Tjasmadi (2008:44) film memiliki 3 fungsi yaitu:
1.   Sebagai medium ekspresi seni peran yang berkaitan erat hubungannya dengan seni
2.   Sebagai tontonan yang bersifat audio-visual (sbeagai hiburan)
3.   Sebagai piranti penyampaian pesan apa saja yang bersifat audio-visual, sehingga film berkaitan dengan informasi


Cinematographie
Pada awal perkembangannya, film bermula dari kumpulan gambar yang bergerak. Tahun 1895, Robert Paul mendemonstrasikan temuannya berupa proyektor film yang membuat serangkaian foto disorot ke layar dan menjadi gambar hidup/bergerak (moving image) pada masyarakat London. Thomas Eddison pun ikut memamerkan gambar hidup/bergerak melalui semacam alat proyektor bernama vita-scope pada masyarakat AS. Sedangkan Lumiere bersaudara mengadakan pertunjukakn gambar hidup (cinematographe) keliling kota London.


Sejarah Perkembangan film

The Edison Lab

Pada tahun 1878, Edward Muybridge berusaha membuat efek gambar bergerak
dengan cara memasang 24 kamera di sekitar lintasan lomba pacu kuda dan memotret kuda yang sedang berlari, hal yang dilakukan Muybride ini memunculkan ide awal mengenai motion picture photography. Thomas Edison dan asistennya William Dickson kemudian berusaha dan berhasil mengembangkan praktik gambar bergerak dan memperlihatkan gambar secara jelas, Dickson berhasil menemukan solusi mengenai perpindahan film dengan cepat melalui kamera dengan cara melubangi bagian tepi dengan lubang kecil dan pada tahun 1889 Dickson berhasil menyempurnakan mesin yang diberi nama kinetoscope.



The Nickelodeons

The Nickelodeons mendapat keuntungan karena berhasil menarik perhatian banyak penonton dengan cara memproduksi sebuah film yang memiliki alur cerita di dalamnya, contohnya adalah film The Cabbage Fairy yang ditampilkan di Paris International Exhibition pada tahun 1886. Dengan keuntungan yang didapat, The Nickelodeons berhasil mendirikan perusahaan produksinya dengan cepat.




Zukor dan Griffith

Adolph Zukor
D.W Griffith
Diawali oleh ide Adolph Zukor yang memutuskan untuk meniru film dengan durasi yang lebih panjang daripada pembuat  film Eropa yang kemudian didistribusikan ke Amerika dengan target penonton dari kalangan menengah keatas.









Berdirinya Motion Picture Patents Company (MPPC)
Para pendiri MPPC

Perkembangan pembuatan film terus berlangsung terutama tahun 1908-1918 yang memiliki efek jangka panjang bagi dunia perfilman. Pusat pembuatan film pun pindah ke West Coast sebagai dasar struktur ekonomi dan perkembangan industri film. Para produser pun berusaha untuk mempertahankan industrinya sehingga level persaingan pun menjadi semakin meningkat. Motion Pictur Patents Company (MPPC) didirikan oleh para pemimpin industri perfilman dalam upaya bisnis dan mengurangi biaya hukum juga untuk mendapatkan dan melindungi hak paten mereka.

The Star System

Sistem ini dugunakan dalam dunia perfilman dengan cara memproduksi film dengan tokoh/ karakter utama seorang aktris/aktor yang terkenal dan disukai masyarakat banyak sehingga dapat menarik minat banyak orang, hal inilah yang secara tidak langsung mulai memunculkan aura glamor dalam Hollywood. Contoh aktor dan aktris terbaik pada saat itu adalah Charlie Chaplin dan Mary Pickford.




Sejarah Film Indonesia
Pada tanggal 5 Desember 1900, film pertama diputar di Tanah Abang Kebon Jahe (Manage) Indonesia, yang berisi tentang dokumentasi hasil foto Ratu Wilhelmina dan Pangeran Hendrik di Den Haag dan potongan pendek tentang pameran di Paris. Pada masa itu, film diputar di dalam gedung sewaan dan karena film yang diputar berupa film bisu, maka penonton biasanya diberikan kertas yang menjelaskan tentang alur cerita film tersebut.

Loetoeng Kasaroeng
Tahun 1926, film Loetoeng Kasaroeng berhasil diproduksi Hindia Belanda dan merupakan film cerita pertama yang akan menjadi cikal bakal bagi lahirnya fil-film di Indonesia. Film ini merupakan percampuran antara wayang, sandiwara dan fil dengan latar cerita legenda Sunda.
Nah, sebagai penikmat film, sahabat gemes tau nggak siapa bapak perfilman Indonesia?



Bapak perfilman Indonesia adalah Usmar Ismail, beliau dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 20 Maret 1920. Beliau dijadikan sebagai bapak perfilman Indonesia karena beliau berhasil menjadi pelopor bagi perfilman Indonesia dengan menyutradarai film yang berjudul Darah & Doa atau  Long March of Siliwangi 





Film Darah & Doa menceritakan tentang perjalanan panjang prajurit Indonesia dan keluarganya dari Yogyakarta ke pangkalan utama di Jawa Barat. Perjalanan mereka dipimpin oleh Kapten Sudarto yang merupakan tokoh utama dalam film ini. Film ini berhasil menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, film ini juga menjadi film pertama yang mencerminkan ciri khas Indonesia dan menjadi titik bangkitnya perfilman Indonesia, sehingga hari pertama pembuatan filmnya yaitu pada tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai hari perfilman Indonesia.

Poster film Darah & Doa



Film Indonesia VS Film Import



Jika di bioskop menayangkan 2 film yaitu film Indonesia dan film import, kira-kira kalian lebih memilih untuk menonton film yang mana nih sahabat gemes??
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh kelompok film di CGV J-Walk Yogyakarta 4 dari 5 orang lebih memilih untuk menonton film impor sedangkan 1 orang lainnya memilih untuk melihat dulu jenis atau cerita filmnya tentang apa. Nah, alasan 4 orang tersebut lebih memilih film import adalah karena alur cerita film luar negri lebih jelas dan membuat penasaran, selain itu teknik editing dan efek dari film import jauh lebih bagus dan terlihat nyata sehingga tampilan filmpun menjadi lebih menarik, sedangkan menurut mereka, film Indonesia kebanyakan bergenre drama dan jalan ceritanya pun mudah untuk ditebak dari awal jadi kurang menimbulkan rasa penasaran dan ketertarikan penonton. Wah, semoga saja perfilman Indonesia bisa segera meningkatkan kualitasnyaa yaa dan sebagai generasi masa depan perfilman Indonesia kita harus bisa menghargai dan mendukung film Indonesia juga untuk calon-calon sutradara dan profesi lainnya dalam bidang perfilman, supaya film Indonesia bisa semakin menyaingi film-film impor lainnya!


Critical Thinking


1. Perbedaan yang akan terjadi apabila industri film tetap berada di East   Coast dan tidak pindah ke Hollywood adalah

Kemungkinan besar industri perfilman tidak akan berkembang seperti sekarang, karena bila industri film tetap berada di East Coast kemungkinan MPPC terbentuk akan sangat kecil sehingga perrsaingan dalam industri perfilman akan berlangsung secara tidak sehat, berbagai macam orang akan melegalkan berbagai macam cara untuk menghasilkan film karena tidak adanya lembaga yang mengatur dan memberikan hak paten.


2. What are the potential advantages and disadvantages of big corporations controlling motion picture production?

Keuntungan :
Industri film memiliki keuntungan akan mempunyai kemudahan dalam memproduksi sebuah karya suatu film karena secara tidak langsung dengan memperhatikan perkembangan produksi film di pasar per-film an , dan juga memiliki keuntungan akan mendapatkan sarana dan prasarana dari perusahaan dengan mudah.
Kelemahan :
Industri film tidak akan berkembang karena adanya suatu keterikatan dengan mengikuti apa saja yang diinginkan oleh perusahaannya dan juga akan menghambat kreatifitas dalam menyampaikan sebuah ide bagi  beberapa pekerja" yang ikut terlibat dalam suatu industri per-film an.


3. Apakah pembuat film memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab secara sosial atas apa yang mereka sajikan di layar? Mengapa dan mengapa tidak?

Menurut kami tidak, karena produser atau pembuat film tidak mengurusi atau bertanggung jawab dengan perilaku atau tindakan setiap penontonnya. Karena setiap penonton memiliki kebijakan sendiri mengenai diri mereka sendiri. ketika seorang individu mau mengikuti adegan atau tindakan yang ada di dalam sebuah film, itu adalah hasil dari keputusan setiap individu sendiri. Pembuat film atau produser hanya bertugas untuk membuat film, menyelesaikan filmnya sampai film tersebut siap untuk di tayangkan di bioskop. Jadi tanggung jawab secara sosial memang merupakan tanggung jawab dari setiap individu yang menonton sebuah film. Jika produser atau pembuat film bertanggung jawab pada semua aspek sosial penontonnya, tidak akan ada film action atau film romantis. Karena kebanyakan film action berisi adegan tebak-tebakan atau pembunuhan, film romantis berisi adegan mesra pemainnya.. Di setiap film juga sudah tertera, film tersebut sesuai dengan usia berapa, contohnya untuk usia 17 tahun ke atas, semua umur, 13 tahun ke atas dan 21 tahun ke atas. Jadi jika mau menonton sebuah film, setiap penontonnya akan ditanyai umur berapa, tapi hal tersebut tidak berguna bila individu tersebut berbohong mengenai umurnya, agar bisa menonton film yang ia inginkan. Menurut saya akan lebih efektif apabila diadakan pengecekan ktp pada setiap penontonnya, agar setiap penonton menonton film yang sesuai dengan usianya. Jadi menurut saya, tanggung jawab secara sosial merupakan tanggung setiap penonton bukan pembuat filmnya.

4. Apakah taktik anti pembajakan yang diadopsi oleh industri  film akan efektif dalam menghentikan penyalinan dan distribusi film ilegal? Mengapa? Kenapa tidak?

Tidak terlalu efektif, karena buktinya masih banyak sekali terjadi pembajak film dimana-mana salah satunya di bioskop. ketika sobat gemes mencari di pencarian google “streaming film” akan muncul banyak website streaming film. Biasanya website tersebut mendapatkan filmnya dengan pembajakan baik di dalam bioskop atau pembajak original CD (Compact Disc) suatu film. Jadi gerakan anti pembajakan masih belum efektif dilakukan. Karena polisi tidak akan mengurusi website yang beredar di internet. Kepolisian lebih fokus untuk mengurusi pembajakan film yang ada di bioskop. Pengalaman aku sendiri di salah satu bioskop, ada orang yang membawa kamera tapi dimasukkan ke dalam tas besar tidak akan dicek oleh satpam atau petugas. Jadi banyak orang yang masih leluasa untuk membawa kamera ke dalam bioskop. Tapi hal tersebut bisa terjadi mungkin karena keberuntungan orang tersebut yang tidak di cek oleh petugas, atau karena kelalaian dari petugas bioskop. Jadi gerakan anti pembajakan masih perlu banyak perbaikan dan pembaharuan.


5. Someone once said that Hollywood producers don't make films ; they make deals. Comment on the validity of this statement and its implications.

Beberapa orang berkata bahwa produser Hollywood tidak membuat film tapi membuat kesepakatan , menurut pendapat saya pernyataan diatas merupakan hal yang benar , alasannya karena beberapa produser film memang lebih bisa mengambil keuntungan yang besar dengan adanya menjalin sebuah kesepakatan , dan juga dengan adanya kesepakatan maka produser juga akan memiliki relasi yang luas juga antar sesama produser.

Implikasi dari pernyataan diatas adalah masyarakat luas yang mengikuti perkembangan dunia per-film an akan lebih paham dan jauh mengerti akan peranan produser terlepas dari karya" yang diciptakan untuk dinikmati oleh masyarakat luas.



Daftar Pustaka:

Dominick, Joseph R. 2008. The Dynamics of Mass Communication, Media in The Digital Age. New York: Mc Graw Hill.

Annisa, A.2017. Menyimak Sejarah Dibalik Peringatan Hari FIlm Nasional. Diakses dari https://www.rappler.com/indonesia/gaya-hidup/165605-sejarah-hari-film-nasional pada 6 April 2018.

Blog dan presentaasi kelompok film

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media Cetak

MEDIA DAN BUDAYA

Pemahaman Literasi Digital