MEDIA PUNYA KERAJAAN??
Pada saat Soeharto mengambil alih
kekuasaan dari Soekarno di akhir tahun 1960-an, intervensi terhadap media mulai
dilakukan oleh pemerintah. Peraturan yang ketat diberlakukan untuk mencegah
media melawan pandangan pemerintah. Perusahaan-perusahaan media dimiliki oleh
para pejabat pemerintah atau mereka yang memiliki hubungan dekat dengan
Soeharto.
Pada saat itu, ideologi politik
sangat mendominasi media. Industri pers harus menghadapi serangkaian
pembreidelan untuk berita-berita yang bertentangan dengan pemerintah, seperti
kompas, tempo dan sinar harapan. Contoh lain adalah televisi. Pada masa itu, hanya
ada satu televisi, dan dimiliki oleh pemerintah, yaitu TVRI, di mana
semua kontennya dikendalikan secara penuh oleh pemerintah .Setelah televisi
swasta diizinkan, televisi swasta pertama, RCTI, dimiliki oleh anak
laki-laki Soeharto yang ketiga, Bambang Trihatmodjo .Kemudian SCTV menyusul
sebagai stasiun televisi swasta kedua di Indonesia yang dimiliki oleh Sudwikatmono,
sepupu Presiden Soeharto. Ketika kedua stasiun televisi swasta ini beroperasi
sebagai saluran TV berbayar, anak perempuan Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana,
diizinkan untuk mendapatkan posisi yang lebih istimewa.Ia mendirikan stasiun
televisi pendidikan, TPI, yang mengudara dengan menggunakan jaringan
transmisi milik TVRI. .
Ketika Soeharto menyerahkan
kekuasaannyapada tahun 1998, kebijakan-kebijakan pers dan media ditinjau ulang
dan kemudian direvisi. Surat kabar dan berbagai media baru mulai
bermunculan.Dan media-media yang dibreidel seperti Tempo kembali terbit. Tidak
lama kemudian penyiaran ikut berkembang. Sejak tahun 2000, sejumlah perusahaan
televisi dan radio baru mulai bergabung dalam bisnis media.
.Pendapatan iklan
bersih di Indonesia merupakan satu dari yang tertinggi di Asia14, dan
pendapatan tersebut terus bertambah setiap tahun, dengan jumlah terbesar datang
dari industri pertelevisian. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa industri
media dipandang sebagai salah satu bisnis yang menguntungkan di negara ini. Oleh
sebab itu, sebuah grup media akan memproduksi program-program yang dapat
ditayangkan di seluruh jaringannya, dan akibatnya akan mengurangi keberagaman
konten secara signifikan.
KEBANGKITAN MEDIA KOMUNITAS DAN
KEDATANGAN MEDIA BARU
Konten-konten
yang disediakan
media pada saat itu digunakan pemerintah untuk menyebarkan
propaganda politik. Tak banyak variasi konten dalam media sehingga masyarakat
menjadi jenuh. Seiring
berjalannya waktu, akibat dari masyarakat yang secara tidak langsung menuntut
adanya variasi konten dalam media, muncullah televisi-televisi lokal dan
stasiun radio komunitas. Pertumbuhan yang terjadi pada televisi lokal pun
terbilang cukup signifikan.
Sayangnya,
saat ini perkembangan dari televisi lokal dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
memiliki dana lebih besar untuk urusan bisnis. Televisi lokal yang dibangun
atas prakarsa perorangan atau komunitas kecil sering kali kalah dalam hal
permodalan dan fasilitas penunjang dalam dunia pertelevisian dan pada akhirnya
televisi lokal diambil oleh gurp-grup media yang lebih besar. Permasalahan
lain yang dihadapi oleh televisi lokal adalah terbatasnya alokasi kanal
frekuensi yang disediakan oleh pemerintah.
Untuk menghadapi persaingan tersebut, banyak dari stasiun televisi kini
mulai melebarkan sayapnya ke dunia online.
Stasiun televisi kini banyak menjual jasa mereka melalui internet. Internet
yang sifatnya cepat, mudah diakses dan juga terjangkau kini hadir sebagai media
baru bagi masyarakat. Internet juga membuka peluang yang seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk menyampaikan berbagai aspirasinya kepada publik
REGULASI
MEDIA
Dalam
industri media terdapat dua besar payung hukum yakni Undang-undang tentang Pers
Nomor 40 tahun 1999 dan Undang-undang tentang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002.
Meskipun pada implementasinya seringkali tidak tepat. Undang-undang yang sudah
dibuat kadangkala tidak sinkron satu sama lain bahkan bertentangan. Misalnya kontradiksi
antara Peraturan Pemerintah No. 50/2005 dan Undang-undang Penyiaran no
32/2002.Isi dari PP 50/2005 bertentangan dengan poin-poin yang sudah diatur
oleh UU Penyiaran.
Sebagai respon terhadap tidak memadainya regulasi yang ada,
pada bulan Oktober 2011, Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran
(KIPD) mengajukan judicial review untuk Pasal 18 (1) dan Pasal 34 (4)
dari UU Penyiaran no 32/2002. KIPD beranggapan bahwa merger dan akuisisi
di antara perusahaan-perusahaan penyiaran sudah berjalan terlalu jauh dan telah
melanggar esensi dari UU Penyiaran, yaitu mempertahankan karakter publik dari
media.
KONGLOMERASI
MEDIA
Konglomerasi
Media sendiri merupakan kekuasaan dalam kepemilikan berbagai perusahaan media
massa, baik berbentuk cetak, online, maupun elektronik. Contoh dari
konglomerasi media adalah CT Group yang membeli salah satu media online
independen yaitu Detik.com ke dalam perusahaannya pada tahun 2011
silam.Detik.com sendiri merupakan media online nomor satu di Indonesia yang
memberikan informasi berita secara cepat dan terpercaya, meskipun sudah hadir
banyak media online lainnya, detik masih meraup banyak pembaca, belum lagi
dengan iklan yang ada di dalamnya.Hal tersebut tentu menjadi sebuah keuntungan
bagi CT Group yang selama ini telah membawahi Trans TV dan Trans 7, sehingga
memenuhi kelengkapan media yang dimilikinya.
Adapun
kelompok kelompok yang melakukan konglomerasi melalui konvergensi media yaitu:
- MNC
Group
MNC Group kini memiliki 14 stasiun televisi lokal, 18
jaringan radio Sindo, 1 surat kabar, 1 portal online, dan sejumlah perusahan
media cetak yang tergabung dalam satu atap.
2. Jawa
Pos Group
Jawa
Pos Group telah menggabungkan beberapa surat kabar di bawah nama Radar Group.
Saat ini, Jawa Pos Group memiliki 171 perusahaan media, ditambah sejumlah
jaringan televisi lokalnya.
3.
Kompas Gramedia Group
Kompas
Gramedia Group mendirikan penyedia konten dan jaringan televisi lokal dengan
membentuk Kompas TV di tahun 2011. Dengan jaringan radio Sonora, portal berita
online, dan 88 perusahaan media cetak dalam grupnya.
4.
Mahaka Media Group
Mahaka
Media Group adalah perusahaan induk dari Republika, kelompok ini telah
memperluas jaringannya dengan mengakuisisi beberapa jaringan radio serta
menerbitkan majalah-majalah niche.
ISU
ISU UTAMA INDUSTRI DI MEDIA INDONESIA
Yang
pertama adalah konten.konten menjadi sebuah isu yang menghubungkan aspek-aspek
dalam media dari produksi hingga distribusi.Konten media adalah media itu
sendiri dimana warga terlibat didalamnya. konten media menjadi sangat
tergantung pada rating yang mencerminkan “keinginan manusia yang terekayasa”
daripada “kebutuhan manusia”.
Yang
kedua adalah perkembangan teknologi-ekonomi. Kemajuan teknologi, khususnya Internet dan media baru, telah mengubah
struktur dan model bisnis media. Sayangnya, kebijakan media sepertinya tidak
mampu mengimbangi kecepatan perkembangan teknologi dan ekonomi. Ketika
kebijakan-kebijakan yang ada saat ini tidak dijalankan untuk membatasi
konsentrasi kepemilikan media.
Yang
ketiga adalah kebijakan media. Kebijakan yang ada saat ini saat tertinggal di
belakang perkembangan bisnis media.Beberapa kebijakan sebenarnya sudah
dirumuskan dengan baik namun
sayangnya diimplementasikan secara buruk.Mengenai UU Penyiaran no. 32/2002
Pasal 18(1) dan Pasal 34(4).Meskipun kedua pasal tersebut mengatur kepemilikan
dan membatasi jumlah izin yang diberikan kepada institusi penyiaran tunggal,
tidak ada pernyataan yang jelas bagaimana efek yang diberikan oleh pembatasan
ini.
Yang
ke empat adalah bias terwakilakan. Media Indonesia kini semakin merujuk pada
kepentingan pasar ketimbang kepentingan informasi. Bias ini telah
menyembunyikan informasi yang mungkin penting untuk publik ketahui, situasi ini
semakin memburuk ketika pemilik media juga menjadi politisi dan menggunakan
media sebagai alat kampanye politik untuk mempengaruhi opini publik. Karena
meskipun para pemilik media tidak terafiliasi dengan politik, media masih
mempunyai kecenderungan untuk mengarah kepada satu pandangan politik tertentu,
dan ini mempengaruhi netralitas dari media, yang berdampak pada hilangnya
informasi yang terkait dengan kepentingan sosial, kebudayaan, lingkungan, dan
lain lain. Di satu sisi, pemilik dan para pemegang saham merupakan hal penting
bagi media. Di sisi lain, media harus memperjuangkan integritasnya untuk
memastikan berita dan informasi yang disajikan.
Yang
terakhir adalah profesionalisme para jurnalis. Jurnalisme merupakan profesi
yang memiliki fungsi sosial untuk menyampaikan berita dan informasi pada
khalayak. Jurnalis memiliki pengaruh tentang apa yang diinfomasikan kepada warga.
Berita yang dibuat oleh jurnalis akan cenderung subjektif dan mengesampingkan
realitas karena ia menyampaikan tafsirannya berdasarkan kepentingan-kepentingan
yang ada.
KONVERGENSI MEDIA
Konvergensi media menurut
Lawson-Borders (dalam Nugroho, Putri & Laksmi, 2013) merupakan suatu usaha
untuk menggabungkan media konvesional dan media baru, untuk menyebarkan
informasi, hiburan dan berita.Seperti yang telah disinggung sebelumnya, konvergensi
media juga dapat berarti sebuah upaya untuk menimbulkan adanya keselarasan dan
kesamaan dalam hal konten dari setiap platform-platform media tertentu.
.Konvergensi media memiliki hubungan
yang erat dengan konglomerasi media. Meskipun konglomerasi media lebih mengacu
pada strategi bisnis, sedangkan konvergensi media lebih mengacu pada basis
teknologi yang digunakan untuk mengakses media tersebut, namun keduanya
memberikan dampak yang sama terhadap masyarakat sekitar.
Selain itu, adanya konvergensi
media ini juga mengakibatkan berkurangnya variasi konten karena penyeragaman
oleh kanal-kanal media.Konvergensi media juga menjadi tantangan yang baru yang
harus dihadapi oleh para jurnalis. Oleh karena itulah, para jurnalis harus
dapat menyesuaikannya karena mereka tidak akan tahu kapan dan dimana mereka
akan ditempatkan.
UPAYA PENANGGULANGAN OLEH PEMERINTAH
TERHADAP KOVERGENSI MEDIA
Konvergensi media yang terjadi dalam
bidang industri media pada masa ini sudah terbukti banyak memberikan dampak
buruk, termasuk kurangnya keberagaman konten yang beredar dalam
masyarakat.Namun, sampai saat ini pun belum ada regulasi yang jelas yang
mengatur permasalahan ini.Zulviani (dalam Nugroho, Putri & Laksmi, 2013)
yang merupakan anggota Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATSI), pun
mengatakan bahwa tidak ada peraturan untuk mengendalikan struktur bisnis media.
KONTEN DAN MEDIA
Pada dasarnya, konvergensi dan
konglomerasi media memiliki tujuan untuk memperoleh simpati publik dalam jumlah
yang lebih banyak melalui konten yang mereka produksi. Iklan juga menjadi
faktor lain bagi media dalam mencari profit. Melalui iklan, media-media
tersebut bisa memperoleh pemasukkan yang sangat banyak. Pada saat ini, iklan
dapat muncul di mana saja dan di media mana saja, mulai dari surat kabar, media
online, radio, sampai televisi. Kedua
fakta tersebut merupakan hal yang sangat memprihatinkan dan sangat merugikan
bagi kalangan masyarakat.Kesannya, kepentingan masyarakat seolah-olah dinomor
duakan setelah kepentingan perusahaan yang lebih mengutamakan profit.
STUDI KASUS
Media massa merupakan sarana bagi
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan keseharian,
lingkungan sosial, ataupun juga terkait masalah kriminal, budaya, maupun
politik. Dilihat dari segi fungsinya, media massa berperan penting dalam
memberikan masyarakat informasi yang berguna, namun kini industri media massa
yang semakin dikuasai oleh para
konglomerat tidak terlepas dari kegiatan kepolitikan dalam negeri, salah
satunya adalah dalam pemilu 2014 silam, dimana media massa Indonesia terlihat
tidak netral dalam memberitakan para calon presiden RI untuk menjabat selama 5
tahun kedepan. Menurut laman nasional.tempo.co ada dua contoh media televisi
yang berpihak ke pemiliknya, yakni TVOne milik Ketua Umum Golkar Aburizal
Bakrie dan Metro TV milik Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.TVOne lebih
banyak memberikan porsi pemberitaan untuk pasangan Prabowo-Hatta karena
Aburizal Bakrie selaku pemiliknya adalah koalisi politik Prabowo-Hatta dalam
menghadapi pilpres mendatang.Sementara MetroTV cenderung mengangkat pasangan
Jokowi-JK karena pemiliknya, Surya Paloh—yang juga Ketua Umum Nasdem—bergabung
dalam barisan Jokowi-JK. Begitupun RCTI, MNC TV, dan Global TV yang dinilai
lebih berpihak pada pasangan nomor urut satu tersebut karena Hary
Tanoesoedibjo, pemiliknya, berlabuh ke gerbong Prabowo-Hatta setelah gagal
mendapatkan target politiknya bersama Wiranto dan partainya, Hanura.
Melihat peristiwa kelam sejarah
media massa di Indonesia yang menghiasi pemilu pada tahun 2014 juga kini dapat
dirasakan kekhawatiran yang sama menjelang pemilu tahun 2019 mendatang. Belum
lagi pada Pilkada tahun 2017 lalu yang menghadirkan peperangan antara Anies dan
Ahok.Media dalam memyampaikan konten berita yang berkaitan tentang Pemilu tahun
2019 nanti harus lebih berhati-hati karena kini masyarakat semakin sensitif
terhadap setiap pemberitaan dari media. Adanya perubahan sikap tersebut salah
satunya terbukti dengan adanya demo 212 yang dilaksanakan karena adanya upaya
penentangan dari masyarakat umat muslim terhadap penistaan agama yang dilakukan
oleh Ahok. Kejadian tersebut bersumber dari sebuah video di Youtube yang
mengutip pernyataan Ahok ketika berbicara di depan sejumlah orang di Kepulauan
Seribu.Dapat kita pahami sebelumnya bahwa Youtube sendiri merupakan salah satu
bagian dari media sosial. Maka dapat disimpulkan bahwa saat ini masyarakat
bersikap sangat reaktif terhadap konten media, bahkan mereka sampai berani
untuk melakukan aksi-aksi seperti demo 212 tersebut. Berdasarkan peristiwa
tersebut, media terutama media-media yang berkonglomerasi dengan partai politik
harus lebih memperhatikan lagi kontennya agar tidak menjadi pihak yang
provokatif. Bukan tidak mungkin, setelah Pemilu 2019 selesai akan timbul demo
besar-besaran lagi karena adanya pemberitaan yang tidak sesuai.
1.
Sebagai masyarakat/publik apakah Anda setuju/tidak setuju dengan adanya
konglomerasi media? sebutkan alasan / argumentasi anda
Kami
tidak setuju dengan adanya konglomerasi media. Karena lebih banyak buruknya
dari pada baiknya. Konglomerasi media menyebabkan perusahaan-perusahaan besar yang berkekuasaan dapat menguasai banyak media sehingga orang tersebut dapat mengendalikan berbagai media dalam satu waktu. Mereka memanfaatkan media untuk memperoleh keuntungan semata, sehingga berita yang disampaikan hanya berita yang dianggap menguntungkan secara ekonomi bagi pemilik media tersebut, menjatuhkan lawan dan mempromosikan diri. Pada akhirnya berita tidak lagi dinilai dari seberapa besar nilai beritanya tetapi hanya untuk keuntungan semata.
2. Apa solusi yang anda tawarkan untuk
mengatasi isu-isu negatif terkait konglomerasi media?
Isu negatif dari adanya konglomerasi media adalah:
1.) Konglomerasi memicu komersialisasi
media, hal ini menyebabkan pemilik media lebih berfokus untuk mendapatkan keuntungan dari pada memberikan konten yang
mengedukasi.
Solusi yang kami tawarkan
adalah Komisi Penyiaran Indonesia lebih memperhatikan tayangan dan konten
media juga menyeleksi agar konten-konten yang bersifat negatif dan tidak
mendidik agar segera dikurangi. Bagi pemilik media pun sekiranya mulai ikut
memperhatikan konten media yang dikeluarkan, sehingga mereka bisa mengeluarkan
konten media yang mendidik sekaligus mendatangkan keuntungan.
2.) Konglomerasi menyebabkan
keseragaman konten dan isi materi program terutama konten berita, sehingga
menimbulkan rasa bosan pada masyarakat karena isi materi yang dibawakan dan
disampaikan di berbagai media baik TV,koran atau konten online sama.
Solusi yang dapat kami tawarkan adalah membedakan
isi materi di masing-masing media yang dimilik, agar masyarakat mendapat
berbagai variasi dan isi konten yang tidak sama dan membosankan.
3) Pemilik media menguasai konten
media yang dapat digunakannya untuk kepentingan politik. Solusi yang dapat kami tawarkan adalah pemerintah
mau mengeluarkan peranturan yang mengatur tentang kenetralan dan objektivitas
dari isi materi media terutama yang berhubungan dengan politik, agar masyarakat
bisa mendapat informasi yang sebenarnya dan senetral mungkin.
4.) Hasil tulisan jurnalis dapat dimuat di media manapun namun bayaran jurnalis tetap. Solusi yang dapat kamu tawarkan adalah jurnalis mendapat imbalan yang setimpal disetiap tulisan yang mereka buat bila tulisan mereka dimuat dalam media.
makasih, sangat membantu sekali. salam info!!.
BalasHapusterimakasih sahabat gemes :) salam info!
Hapusterimakasih infonya. sangat bermanfaat
BalasHapusThx infonya
BalasHapusterimakasih sahabat gemes :)
Hapusinformasinya sangat bermanfaat sekali :)
BalasHapuswow.. saya jadi ingin menjadi jurnalis!!
BalasHapuswaaaaa... semoga sukses kak :)
HapusTopik dan isinya sangat bagus.. hanya saja saya memberi saran untuk lebih memperhatikan penulisannya agar lebih rapi misalnya dibuat rata kiri kanan :)
BalasHapussiap kak, terimakasih sarannya :)
HapusMrnllenambah wawasan :)
BalasHapusterimakasih sahabat gemes :)
HapusMakasih ya min buat ngerjain tugas :)
BalasHapussama-sama kak semoga bermanfaat :)
HapusMakasih ya min aku jadi lebih paham
BalasHapussama-sama kak :)
Hapus